Rabu, 22 Oktober 2008

Berburu Bebek di Subang

Sebagai pengusaha, kegiatan-kegiatan mengelola usaha tidak jauh dari meminimumkan cost, menaikkan omset dan tingkat profit, dll. Dan sebagai pengusaha bebek, saya dan teman saya sesama owner bebek garang, Heri, jalan-jalan ke daerah Subang sana untuk mencari peternak bebek dengan tujuan untuk mencari supplier bebek yang lebih murah dan untuk menambah alternatif supplier bebek.

Setelah menempuh perjalanan dengan naik motor sekitar 2 jam, sampailah kami di Kabupaten Subang yang panasnya mirip-mirip Jakarta. Tapi panasnya Subang tidak menghalangi kami untuk berhenti di pinggir jalan (ya iyalaah..masa di tengah jalan) untuk mencicipi mie baso khas kampung yang super pedesss. Nikmat lah cui…apalagi setelah itu langsung diimbangi es kelapa muda. Ajiiiib….

Sesampainya di tempat tujuan dan telah beristirahat, berangkatlah kami ke beberapa tempat untuk melihat bebek-bebek. Semuanya biasa, ga ada yang spesial sampai ketika kami tiba di pesawahan. Sawah yang membentang, balong (apa sih bahasa indonesianya balong ya?saya cuma tau bahasa Italinya), saung-saung kecil tempat “surti dan tejo” melepas kangen (dalam lagunya Jamrud), angin yang ngahiliwir, sungai kecil disamping jalan…ah..membuat betah.
Sambil ngobrol dengan tukang “ngangon” bebek, kami melihat sendiri bagaimana perilaku bebek-bebek tersebut. Mereka selalu bergerak beriringan dengan kelompoknya. Kami melihat bagaimana sekitar 35 ekor bebek bersama-sama mencari makan dengan berpindah dari satu petak sawah ke petak sawah lain tanpa pernah ada 1 ekor pun yang terpisah dari kelompoknya. Lalu kami bertanya pada sang pengangon tentang bagaimana menggiring kembali mereka semua ke kandangnya. Sang pengangon berkata : ah, gampang ko. Tinggal menggiring mereka keluar dari sawah. Setelah keluar dari sawah mereka akan sendirinya pulang ke kandang tanpa dikomando, mereka hapal arah.

Setengah tidak percaya, tidak lama kemudian kami melihat langsung bagaimana bebek-bebek itu pulang kandang. Ketika hari sudah menjelang gelap, gerombolan bebek tersebut dengan sendirinya keluar dari sawah, tanpa ada 1 pun yang tertinggal. Mereka langsung berlari beriringan di jalan dengan gayanya yang memperlihatkan goyang pantatnya ke kanan dan kiri atau ke kiri dan kanan, entah mana yang duluan, kanan atau kiri. Tiba-tiba mereka berhenti, semuanya melihat ke arah sungai, lalu berlari lagi sekitar 5 meter, dan berhenti lagi. Mereka melihat ke arah sungai lagi lalu akhirnya menyeberangi sungai bersama-sama. Luar biasaaaa..Subhanallah. Mereka sangat meringankan kerjanya sang pengangon. Cari makan disawah sendiri, pulang ke kandang sendiri, tidak pernah ada satupun yang tertinggal. Yang jadi pertanyaan, bebek manakah yang menjadi pemimpin mereka? Apakah pernah perintah sang pemimpin tidak diikuti oleh kawanan lainnya? Ataukah mereka solider sehingga siapapun yang mengkomando atau mengawali kegiatan, mereka otomatis mengikuti inisiator tersebut?? Mantap lah pokonya!!

Perjalanan di Subang kami akhiri dengan obrolan singkat kami dengan pedagang ketela goreng yang kami beli. Dia berasal dari Jawa, belum punya pacar, belum punya kecengan. Dia berpendapat kalo band yang keren adalah Nidji. Kalo Kangen Band keren performancenya. Dan dia sepakat kalo The Changcuters pasti tambah bagus kalo ada pemain pianonya. Oh ya..tau ga?tadinya ketela goreng ini sepi. Setelah kami beli dan nongkrong sebentar sambil menghabiskan ketelanya, pembeli lainnya banyak berdatangan ikut membeli…dan si mas Brebes itu mengakuinya,hehehehe…sayangnya kami tetep ga dikasih royalti penjualan…

*) Tulisan ini juga di upload ke webnya bebek garang

4 komentar:

Anonim mengatakan...

postingan sok bijaksana yang ga penting dan narsis colongan di bagian pamaen kibor.. hadaah..

billy hamzah fadli mengatakan...

bebek.. oh bebek.. benar-benar bebek.. tak ada satupun yang lari dari bebek-bebek lain.. bebek-bebek selalu bersama-sama.. dalam susah ataupun melarat.. dalam sedih ataupun duka.. (lho koq negatip semuanya mana positipnya) positip ada di soekarno-hatta..

ali bagus antra mengatakan...

Postingan penting itu cuuyy...namanya mensyukuri hidup dan mengagumi ciptaan Allah. Walau akhirnya kita potong dia dan kita jual dia untuk kemakmuran hidup..

Anonim mengatakan...

hm. belajar menulis lebih banyak lagi ya.. pengambilan hikmah dari suatu ceritanya belum tepat benar..
hahaahhaha.